Sabtu, 20 Oktober 2012

HIMIKOM UMI 2012 :)

Beginilah resikonya kalau tidak punya kakak laki-laki. Saya mau sekali punya kakak laki-laki dari dulu sekali. Tapi pada kenyataannya saya hanya 2 bersaudara. Kakak saya seorang perempuan. Memang kakak perempuan juga bagus sih, tapi saya dan dia sering sekali bertengkar. Padahal hal sepele tapi masih saja di pertengkarkan. Freak memang -_-" Nah, karena saya tidak punya kakak laki-laki, maka saya kebanyakan punya teman laki-laki. Dari SD sampai SMA. Lalu masuk Kuliah, saya ketemu sama senior saya yang kebanyakan laki-laki. Setelah masa ospek, saya dan teman-teman saya jadi lebih sering kumpul dengan kakak senior kita yang kebanyakan laki-laki. Kita bisa diskusi dengan beliau-beliau semua, ikut kajian sama-sama dan juga bisa curhat dengan senior serta di kasi solusi juga. Asik deh rasanya :-) Di jurusan saya kan ada namanya HIMIKOM UMI. HIMIKOM UMI yaitu Himpunan Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia. Nah, saya juga ikut masuk didalam. Makanya, saya jadi sering kumpul sama kakak-kakak senior ini yang sekali lagi kebanyakan laki-laki hehehe :D Senang ya rasanya punya banyak teman, ketemu sama senior yang ramah-ramah dan bisa curhat dengan mereka juga. Saya rasa saya beruntung bisa ikut jadi bagian dari HIMIKOM UMI. Dan saya beruntung bisa masuk di jurusan Ilmu Komunikasi UMI angkatan 2012 :)

Selasa, 02 Oktober 2012

Riwayat Hidup Saya

Nama saya Mahfudhah Afiah Maladi biasa di panggil Fudah. Tempat Tanggal Lahir, Ujung Pandang, 12 April 1994. Umur saya 18 Tahun. Anak kedua dari 2 bersaudara. Alamat saya jalan Racing Centre Komp. Umi Blok i no. 24 Makassar. Hobi saya membaca buku nonfiksi komedi, menonton Stand Up Comedy Indonesia dan online Facebook, Twitter dan menulis di Blog. Pendidikan saya sewaktu kecil yaitu, saya TK di TK Jamal Haq, di kelas nol besar. Kemudian saya lanjut sekolah SD di SDN. Sudirman 1 Makassar, di kelas 1-6 B. Ketika kelas 6 SD, saya berkeinginan memakai Jilbab, karena waktu itu saya melihat teman saya yang memakai Jilbab terlihat Cantik dan Anggun. Lalu, saya melanjutkan masuk SMP di MTsN Model Makassar, di kelas 7.9-9.4. Alhamdulillah, keinginan untuk berjilbab terwujud. Sesudah SMP saya melanjutkan sekolah SMA yang kebetulan bersebelahan dengan SMP saya yaitu di MAN 2 Model Makassar, di kelas 10-3 dan 10-5 (ketika itu ada pe-rollingan kelas), naik kelas 11 di kelas 11 IPS 3 sampai kelas 12 IPS 3. Karena sudah terbiasa memakai Jilbab di sekolah, maka sehari-hari jika saya hendak keluar rumah entah bepergian bersama keluarga atau sama teman saya pasti memakai baju berlengan panjang dan memakai Jilbab. Di keluarga saya, sepertinya baru saya yang lulusan Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah, yang lainnya lulusan SMP dan SMA Negeri. Ternyata waktu Tante dan Om saya tahu bahwa sekolah saya bagus, mereka mendaftarkan anaknya ke SMP saya yaitu di MTsN Model, tapi sudah dari SMP adik-adik sepupu saya tidak mau lagi melanjutkan sekolah di SMA saya yaitu di MAN 2 Model. Capek menghafal alasannya kebanyakan hafalan disana. Alhamdulillah saya lulus disana. Banyak orang yang beranggapan bahwa sekolah di Madrasah itu tidak enak, banyak hafalan, belajarnya lama, dan sebagainya. Memang benar, sekolah di Madrasah itu banyak hafalannya, maklum saja namanya juga sekolah Islam. Tapi, orang seperti saya yang sudah merasakan sekolah di Madrasah pasti sudah terbiasa dengan semua itu. Karena saya belajar disana. Sebenarnya Madrasah sama saja dengan sekolah lain. Pelajaran dan tata tertibnya sama, cuma yang membedakan kalau Madrasah ada nilai tambahannya yaitu belajar tentang Agama Islam yang mencakup mulai dari Fikih, Aqidah, sampai Bahasa Arab. Sedangkan sekolah negeri hanya pelajaran umum saja. Kemudian ketika SMA/MAN saya mengambil jurusan IPS. Sebenarnya saya suka pelajaran IPS itu dari SMP/MTs. Mungkin kebanyakan orang memilih jurusan IPA katanya lebih bagus. Menurut saya, jurusan IPA itu susah karena memang otak saya yang tidak mampu di pelajaran itu. Makanya, saya memilih jurusan IPS. Sebenarnya IPS juga susah, setidaknya saya suka dengan pelajarannya karena mudah di mengerti. Memilih jurusan, orangtua biasanya memberikan nasihat dalam pilihan yang kita ambil. Saya juga seperti itu. Dulu ketika SD dan SMP ibu saya menyuruh saya jadi dokter. Ketika masuk SMA berubah pilihan lagi masuk di hukum, karena saya pilih jurusan IPS waktu itu. Orangtua saya tahu bahwa kemampuan saya itu tidak seperti kakak saya yang jauh lebih tinggi kemampuannya dibandingkan dengan saya. Karena, kakak saya otaknya ke IPA, sekarang kakak saya Mahasiswa Teknik Arsitek di UMI. Kebetulan Ibu saya pendidikannya juga lulusan IPA sama seperti kakak saya. Sekarang Ibu saya Dosen di Teknik Sipil UMI. Sepertinya kemampuan Ibuku turun ke Kakakku, banyak yang berpendapat demikian. Dan memang Ibu dan Kakakku ini pintar Matematika dan juga wajahnya mirip. Beda dengan saya. Yang tadi itu saya cerita tentang Ibu dan Kakak saya. Sekarang tentang Ayah saya. Di keluarga saya, saya biasanya dibilang mirip sama Ayah saya. Dari segi wajah dan tingkah laku saya itu mirip dengan Ayah saya. Bahkan keluarga saya bilang saya itu turunan dari Ayah. Pendidikan Ayah yang terakhir itu di Fakultas Hukum UMI. Tapi, Ayah saya adalah dulunya seorang penyiar radio di RRI, seorang MC juga, dan sekarang PNS. Setelah Lulus SMA/MAN, saya melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Dan Perguruan Tinggi yang pertama saya daftar adalah di Universitas Hasanuddin (UNHAS). Karena kalah saing, saya dinyatakan tidak lulus. Dan ada banyak teman-teman saya yang tidak lulus disana. Sebenarnya, saya tidak terlalu memikiran ketidaklulusan saya disana. Karena saya tahu kemampuan saya itu memang tidak cocok disana. Lalu, pilihan kedua saya adalah di Universitas Muslim Indonesia (UMI). Saya memilih di Fakultas Sastra jurusan Sastra Inggris. Alhamdulillah, saya Lulus. Namun, ketika pendaftaran ulang, ada seorang pegawai tata usaha (kebetulan temannya Ibu saya) menawarkan di jurusan Ilmu Komunikasi. Katanya satu ikut Ibu satu ikut Ayah. Waktu itu saya di kasi 2 pilihan jurusan, Sastra Inggris atau Ilmu Komunikasi. Saya mikir, saya bingung. Katanya, kalau di Sastra Inggris pelajarannya seperti di tempat Les yang ada di luar. Kalau Ilmu Komunikasi, pelajarannya sudah mencakup semuanya seperti Ilmu Politik, Sosiologi, Broadcasting, dan sebagainya dan ada belajar Bahasa Inggrisnya juga. Dan kebetulan Mata Kuliah dari Ilmu Komunikasi semuanya saya suka dan saya tertarik untuk mempelajarinya. Sampai akhirnya, saya memilih untuk masuk di jurusan Ilmu Komunikasi UMI. Mungkin saja memang benar bahwa kemampuan Ayah saya turun ke saya. Sepertinya saya akan melanjutnya pekerjaan Ayah saya dulu. Menjadi seorang penyiar radio, mungkin juga seorang MC. Seiring dengan berjalannya waktu, cita-cita saya yang dulunya di suruh jadi dokter, trus di suruh masuk di hukum, sekarang sepertinya cita-cita dan impian saya berubah. Bukan lagi menjadi seorang dokter atau seorang pengacara, mungkin saya nanti akan jadi seperti Ayah saya. Menjadi seorang Penyiar, Jurnalis atau seorang MC, atau mungkin juga menjadi seorang Fotografer. Saya tidak tahu akan seperti apa saya di masa yang akan datang. Biarlah waktu berjalan dengan sendirinya, menjawab setiap impian kita. Semoga impian terbaik kita semua terkabul dan kita semua menjadi sukses. Demikianlah Riwayat Hidup Saya, lebih dan kurangnya mohon di maafkan. Terima kasih. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.